Langsung ke konten utama

SURVIVOR #3 The Extreme Wave




Masih dengan ingatan segar di Survivor#2, kita membagikan cerita-cerita seru ke orang-orang di kantor. Alhasil, peserta survivor  ketiga lebih banyak lagi dari seri sebelumnya yang hanya enam orang. Kali ini ada sepuluh orang peserta.

Berdasar cerita seru di Survivor#2, maka yang kita siapkan adalah punya kacamata renang masing-masing untuk menikmati pemandangan indah karang pantai. Pengalaman yang lalu, hanya ada satu kacamata selam, dan itu membuat antrian panjang untuk bisa memakainya. Haha ...

Rencana kali ini lebih matang. Di hari pertama, kita akan 'menyelam' di pantai pertama dulu (saya lupa nama pantainya), kemudian kita akan menginap semalam di penginapan tepi pantai Indrayanti. Di hari kedua barulah bermain di Watulawang, menikmati sensasi adrenalin susur lubang karang.

----

Seperti biasa, kita berangkat pagi hari, tiba di lokasi sudah agak siang. Melihat ombak pantai, sepertinya kondisi tidak sesuai dengan yang diharapkan.

Karena matahari begitu menyengat, ombak juga lumayan besar. Sambil menunggu bergesernya matahari dan mengecilnya ombak, kita mainkan beberapa lagu dengan dua gitar dan satu cajon. Tidak lupa bernarsis ria.


Tik tok ... tik tok ...

Satu jam berlalu, ombak belum juga bersahabat. Kata pemilik tempat makan, selama beberapa hari ombak akan seperti ini. Belum aman untuk berenang. Kalaupun bisa, itupun di sebelah barat, bagian yang lebih landai. Tapi tetap harus berhati-hati, tidak boleh terlalu ke tengah.

Akhirnya kita ganti kostum, segera menuju ke TKP. Di situ memang lebih landai, tapi ternyata di bawah pasir ada lapisan batu yang halus. Bisa dikatakan seperti lantai semen alami. Jadi ketika kita terjatuh, bukannya terperosok di pasir tapi terbentur lapisan itu. Alhasil kaki dan tangan saya lecet-lecet karena kebanyakan polah. Heheh ...

Semakin petang ombak semakin menggila. Kita meninggalkan TKP dengan harapan esok akan lebih baik. Malamnya kami menginap di penginapan pinggir pantai Indrayanti.



----

Keesokan harinya, kita sarapan di depan penginapan. Tempat makannya pas di tepi pantai. Merenung, ternyata ombak tidak berubah. Masih ganas seperti kemarin. Rencana penyelaman batal sudah ... Kita duduk-duduk berfoto-foto, mencoba menaiki bukit kecil, jalan-jalan nggak jelas.

Tiba-tiba mas reiga dan pak cey datang. Memberi kabar ada pantai kecil di samping pantai Indrayanti yang sepertinya cukup aman untuk berenang. Kita semua datang ke tempat yang dimaksud. Ombak agak aman karena pantainya agak menjorok ke dalam. Saya mencoba agak ke tengah, tiba-tiba datang air, BYURRR ...

Ckckck, ombak lumayan besar. Masih bahaya juga untuk berenang.

Perasaan kecewa membawa kita berhamburan nggak jelas juntrungnya. Saya tiduran di atas pasir, yang lain ada yang menggali-gali pasir, ada yang menyelinap di balik batu karang.

Masih dengan ombak yang besar, ternyata kita menemukan mainan baru di situ. Judulnya Menantang Ombak. Kita berjejer berdiri di sela-sela batu karang, tancapkan kaki ke dalam pasir sedalam-dalamnya, pegangan tangan ke batu karang sekuat-kuatnya, dan ...

BYURRRR!!!

Ombak yang besar menghantam badan. Kita tahan sekuat tenaga. Setelah air kembali ke laut, perbaiki posisi. Ada kebanggaan tersendiri ketika posisi tetap tidak tergoyahkan. Namun, ketika ombak yang datang cukup besar, kadang pijakan kaki kita terlepas, kemudian badan terhempas ke belakang, mengenai teman yang lain. Jika tidak tertahan maka badan terbentur karang yang cukup keras. Dasshhh ...

Permainan itu akhirnya berakhir karena ombak yang terakhir dan terbesar menghempaskan badan kita semua, sampai sandal terbawa ke laut, kacamata renang ikut raib. Cukup untuk hari itu ... Luka lecet di sana-sini menjadi oleh-oleh yang menarik untuk dibawa pulang.


---

Fiuh ... setelah melepas diri sejenak dari kesibukan, kita kembali ke aktivitas sehari-hari dengan lebih fresh, siap menelorkan ide-ide yang spektakuler.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kumandang Takbir Kotagede 1432 H

Kumandang takbir menggema, suarakan kemenangan menyambut hari nan fitri. Memenuhi jalanan Kotagede, sangat terasa semangat putra putri kota perak itu. Jogja Istimewa Senin 29/08/2011, barisan takbir anak-anak dari beberapa pengajian anak di Kotagede memenuhi jalanan Kotagede bagian selatan. Start dari SMA N 5 (jl. Nyi Pembayun), dan finish di depan kantor kelurahan desa Jagalan (Jl. Mondorakan). Takbir keliling yang diadakan tiap tahun ini diadakan oleh sie pawai AMM Kotagede. Kegiatan ini dilombakan, dan tema tahun ini adalah "Keistimewaan Jogja dalam Keistimewaan Takbir". Dari tema, sudah terbayang atribut-atribut yang muncul pada malam hari itu. Pasti tidak jauh dari pakaian adat Jogja, terutama batik. Begitu juga dengan pengajian di tempat saya tinggal, yang memakai jarik sebagai bagian dari kostum takbir mereka. Salah satu daya tarik dalam event ini adalah kreatifitas peserta. Dari satu tema, bisa berkembang menjadi berbagai macam tampil...

Kilas Balik Perjalanan Karya Imam Zakaria (2008-2011)

Tempat pertama yang mengenalkan saya ke ilmu desain adalah Prodi Desain Komuniksai Visual ISI Yogyakarta. Waktu itu, bulan Juli 2008 saya mengikuti ujian masuk dkv ISI Jogja gelombang pertama. Tanpa persiapan yang matang. Entah itu teori desain atau belajar menghadapi tes masuk. Saat itu saya membawa pensil warna 12 warna milik adik saya. Dan pada saat tes wawancara, saya berhadapan dengan dua orang dosen penguji, yang belakangan saya baru tahu bahwa dua orang bapak itu adalah Pak Koskow dan Pak Baskoro. Di ruangan itu saya ditanya kenapa saya masuk ISI? “Karena saya ingin bekerja berdasar hobi saya, yaitu menggambar”, jawaban singkat saya. Ya, begitulah, di pikiran saya waktu itu, menurut saya pekerjaan yang tidak akan pernah membosankan adalah pekerjaan yang didasari oleh hobi. Karena akan dijalani dengan penuh suka cita.

Mancing di "Pantai Pribadi" Ngobaran

Liburan di akhir pekan biasanya harus rela berbagi tempat dengan wisatawan lain yang juga ingin menikmati hari liburnya. Terakhir kali ke pantai daerah Gunung Kidul kemarin, saya harus melewati kemacetan yang terjadi di jalan menuju deretan pantai di sana. Mulai pantai Baron sampai Indrayanti, jalan dipenuhi dengan mobil yang datang maupun pergi. Sampai di Indrayanti, rasanya seakan-akan Malioboro pindah ke Gunung Kidul. Kerumunan orang sudah seperti cendol di es dawet, padet. Semakin ramainya orang membincangkan keelokan pantai Gunung Kidul dari mulut ke mulut sampai dengan online, seperti saya ini, membuat pantai-pantai daerah itu semakin ramai pengunjung, didukung dengan semakin banyaknya fasilitas seperti kamar mandi dan penjual makanan di pinggir pantai. Belajar dari pengalaman kemarin, liburan kali ini saya dan teman-teman menentukan tujuan jalan-jalan kali ini adalah pantai di sebelah barat pantai Baron, yaitu pantai Ngobaran. Jalur menuju Ngobaran agak berbeda dengan jalur ke...