Langsung ke konten utama

SURVIVOR #2 The Diving Adventure




Belajar dari pengalaman survivor #1, kali ini kita tidak mencoba bertahan hidup. Inti acara kali ini adalah bersenang-senang. Tapi tali pancing dan umpannya tetap dibawa, siapa tau berhasil mendapat ikan lagi.

Di pantai pertama, kita memesan makan di warung makan terdekat dengan batas air. Menu mulai dari ikan bakar, ikan krispi, cha lembayung, tempe goreng, sampai es kelapa muda. Semuanya fresh from the oven, ciedeh. Lezat sekali.

Suasana pantai kedua berbeda dengan survivor #1. Air yang dulu pasang sekarang sedang surut. Dasar tepi pantai Watulawang ternyata berupa karang dengan lubang-lubang yang cukup besar. Itu hanya dapat dijumpai ketika air laut sedang surut. Saya yang awalnya tidak berniat untuk terjun, akhirnya terpancing juga untuk ikut berbasah-basahan.

Di situ kita menemukan cekungan menglilingi sebuah batu karang yang hanya cukup untuk dimasuki satu orang, Cekungan itu tidak terlalu panjang ketika kita berjalan di atasnya, tetapi terasa cukup panjang ketika kita menelusurinya dengan menyelam di dalamnya. Dengan bantuan kacamata selam, kita berenang di cekungan itu, mengelilingi sebuah batu karang sambil melihat pemandangan dalam air dengan ikan-ikannya yang unik. Ikan-ikan itu terlihat lebih besar, dan ruang di cekungan itu seperti lebih lebar daripada kita melihat dari luar air.

Ternyata batu yang kita kelilingi itu masih punya lubang lagi di bawahnya. Dengan satu hirupan nafas, kita masuk ke lubang yang sempit itu. Karena tekanan dari air yang mendorong kita ke atas, tidak jarang kepala kita terbentur karang di atas.Setelah berhasil melewatinya, fiuhhh, seperti sudah melewati karang sepanjang 1 km. Haha ...

---

Setelah cekungan kecil berhasil ditaklukkan dengan mudah, kita mencari cekungan lain yang lebih menantang. Lubang yang satu ini pas untuk satu badan. Pintu masuk lubang ini vertikal sampai kedalaman kurang lebih 2 m, dan kita harus menahan nafas sejak pertama masuk. Ketika menginjak dasar lubang, kita jongkok dan ketemu dengan rongga gelap yang lebih luas.

Nah, sampai di titik ini, jika masih ragu, bisa naik lagi ke atas. Jika sudah yakin, segera bergerak ke depan, dan akan terlihat sedikit cahaya di arah kiri. Kita berenang ke arah cahaya, melewati lubang yang menyempit lagi, setelah itu cahaya akan terlihat semakin terang. Terus berenang, dan sudah terlihat cahaya terang di atas. Kita tinggal berenang ke atas dan menggapai tangan teman yang membantu kita, dan HAP! Selamat -selamat ...


Perlu hati-hati di sini karena batu karangnya cukup tajam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kumandang Takbir Kotagede 1432 H

Kumandang takbir menggema, suarakan kemenangan menyambut hari nan fitri. Memenuhi jalanan Kotagede, sangat terasa semangat putra putri kota perak itu. Jogja Istimewa Senin 29/08/2011, barisan takbir anak-anak dari beberapa pengajian anak di Kotagede memenuhi jalanan Kotagede bagian selatan. Start dari SMA N 5 (jl. Nyi Pembayun), dan finish di depan kantor kelurahan desa Jagalan (Jl. Mondorakan). Takbir keliling yang diadakan tiap tahun ini diadakan oleh sie pawai AMM Kotagede. Kegiatan ini dilombakan, dan tema tahun ini adalah "Keistimewaan Jogja dalam Keistimewaan Takbir". Dari tema, sudah terbayang atribut-atribut yang muncul pada malam hari itu. Pasti tidak jauh dari pakaian adat Jogja, terutama batik. Begitu juga dengan pengajian di tempat saya tinggal, yang memakai jarik sebagai bagian dari kostum takbir mereka. Salah satu daya tarik dalam event ini adalah kreatifitas peserta. Dari satu tema, bisa berkembang menjadi berbagai macam tampil...

Kilas Balik Perjalanan Karya Imam Zakaria (2008-2011)

Tempat pertama yang mengenalkan saya ke ilmu desain adalah Prodi Desain Komuniksai Visual ISI Yogyakarta. Waktu itu, bulan Juli 2008 saya mengikuti ujian masuk dkv ISI Jogja gelombang pertama. Tanpa persiapan yang matang. Entah itu teori desain atau belajar menghadapi tes masuk. Saat itu saya membawa pensil warna 12 warna milik adik saya. Dan pada saat tes wawancara, saya berhadapan dengan dua orang dosen penguji, yang belakangan saya baru tahu bahwa dua orang bapak itu adalah Pak Koskow dan Pak Baskoro. Di ruangan itu saya ditanya kenapa saya masuk ISI? “Karena saya ingin bekerja berdasar hobi saya, yaitu menggambar”, jawaban singkat saya. Ya, begitulah, di pikiran saya waktu itu, menurut saya pekerjaan yang tidak akan pernah membosankan adalah pekerjaan yang didasari oleh hobi. Karena akan dijalani dengan penuh suka cita.

Mancing di "Pantai Pribadi" Ngobaran

Liburan di akhir pekan biasanya harus rela berbagi tempat dengan wisatawan lain yang juga ingin menikmati hari liburnya. Terakhir kali ke pantai daerah Gunung Kidul kemarin, saya harus melewati kemacetan yang terjadi di jalan menuju deretan pantai di sana. Mulai pantai Baron sampai Indrayanti, jalan dipenuhi dengan mobil yang datang maupun pergi. Sampai di Indrayanti, rasanya seakan-akan Malioboro pindah ke Gunung Kidul. Kerumunan orang sudah seperti cendol di es dawet, padet. Semakin ramainya orang membincangkan keelokan pantai Gunung Kidul dari mulut ke mulut sampai dengan online, seperti saya ini, membuat pantai-pantai daerah itu semakin ramai pengunjung, didukung dengan semakin banyaknya fasilitas seperti kamar mandi dan penjual makanan di pinggir pantai. Belajar dari pengalaman kemarin, liburan kali ini saya dan teman-teman menentukan tujuan jalan-jalan kali ini adalah pantai di sebelah barat pantai Baron, yaitu pantai Ngobaran. Jalur menuju Ngobaran agak berbeda dengan jalur ke...