Langsung ke konten utama

Ngayogjazz 2011 @Kotagede

Kotagede dalam alunan musik jazz. Warga setempat dan para pendatang membaur, menikmati nada-nada elegan yang datang dari para musisi yang tampil pada malam itu. Walaupun pasti ada juga warga yang datang untuk sekedar memuaskan rasa penasarannya. Yang pasti malam itu Kotagede lain dari biasanya. Oh, Kotagejazz ...

haha ... Ngayogjazz ding.



Berangkat!

Sabtu Wage 12 November 2012, malam hari, saya berangkat dari rumah bersepeda ke arah utara. Sampai di Soka, gapura yang menghubungkan kampung saya dengan jalan Mondorakan, ternyata saya sudah tidak bisa bergerak ke arah timur lagi, karena jalan sudah ditutup bagi pemakai kendaraan. Di depan gang itu sudah menjadi lahan parkir penduduk setempat. Akhirnya saya cari jalan lain, dan sampailah saya di daerah Dondongan, tempat panggung jazz paling ujung malam itu.

Wow, ramai sekali. Saya melihat wajah-wajah asing yang bisa saya pastikan bahwa sebagian besar dari mereka bukan penduduk setempat. Saya juga melihat bule-bule yang dengan santainya berjalan di kerumunan warga pribumi. Kelihatan jelas sekali, karena tinggi badan mereka.

Segera saya menuju stand Forum Joglo (semacam forum pelestari heritage Kotagede), paling utara dari deretan stand daerah situ. Di situ tersedia buletin wartajazz, ngayogjazz, flyer2 dari forum Joglo, dan dijual juga buku Toponim Kotagede. Teman-teman Joglo sudah standby dari siang hari. Saya sendiri, seharian malah berkeliaran di kampus. Hehe ... Ternyata kaki saya yang haus jalan-jalan itu tidak bisa ditahan di stand. Kebetulan saya dititipin kamera untuk jepret-jepret di acara malam hari itu. Okey, mangkaaat!


Di deretan stand itu ada stand bengkel gitar, toko alat-alat musik, sampai dengan penjual kaset dan piringan hitam bekas. Ternyata masih ada juga yang jual pemutar musik unik itu. Menurut mas penjual, alat pemutar ia jual seharga 800 ribu rupiah. Sementara piringan hitamnya sekitar 50-90 ribu. Tergantung musisinya katanya. Di stand sampingnya, cajon (dibaca: kahon) handmade standar dibandrol seharga 700 ribu rupiah.





JAZZ = JAlan-Zalan Zantai

Rute perjalanan saya mulai dari Panggung Spleker, sor ringin (bawah pohon beringin) Dhondhongan. Waktu itu band dengan vokalis cewek agak gendut sedang bermain. Nyess, asik sekali permainannya. Tiba-tiba konsentrasi saya terpecah karena ketemu teman-teman SD. Ckck, karena sama-sama orang Kotagede, tidak mengherankan lah kita ketemu.



Setelah itu saya kembali ke stand, ngambil foto-teman-teman sekali lagi. tiba-tiba saya mendengar ada yang membicarakan saya.
"Eh, itu mas yang dulu itu bukan ya?"
"Yang mana sih?"
"Yang itu tuh"
Merasa agak janggal, saya tengok ke belakang. Ternyata ada sepasang manusia, cowok dan cewek, sedang melihat ke saya dengan wajah setengah heran setengah senang. Kayaknya wajah saya juga seperti itu.
Setelah saling mengingat-ingat, kita baru sadar kalau dulu pernah ketemu di kampus UGM. Tapi masih sama-sama lupa namanya siapa. :D

Melanjutkan perjalanan ke utara, menuju ke Panggung Sirine. Payungan Kidul Pasar, kemudian ke Panggung Gaog, Depan Pasar Legi. Menyenangkan sekali melihat para penonton di depan panggung Gaog. Berkat instruksi dari MC Gepeng Kesana Kesini (Vocalist band The Produk Gagal), mereka semua duduk di jalan, sehingga lebih enak untuk nonton.




Panggung Corong, depan Toko Abang ternyata sudah berhenti main. Menurut jadwal, panggung itu disediakan untuk para musisi keroncong Kotagede. Panggung sudah sepi. Hanya ada orang-orang yang sedang beristirahat.


Lanjut ke barat, menuju Panggung Horn, Dalem Sopingen. Di sepanjang gang masuk ke tempat itu dipajang foto-foto Ngayogjazz di tahun-tahun kemarin. Di panggung Horn, saya menikmati penampilan Sierra, penyanyi jazz lulusan Australia. Malam itu tampil dengan gaun terbuka warna merah.

Sepertinya acara malam itu tidak ada yang membosankan. Berhenti di panggung mana saja, saya selalu terhipnotis, terpana oleh penampilan para musisi jazz malam itu. Di panggung Sopingen, saya banyak ketemu dengan teman-teman kampus. Rencana awal, saya mau bergabung bersama sepupu-sepupu saya di Sopingen, tapi ternyata mereka sudah berada di depan panggung, deretan terdepan. Sementara saya tidak bisa menerobos barikade penonton.



Akhirnya setelah kamera lowbat, saya kembali ke stand Joglo, kemudian menuju ke panggung depan pasar. Hanya bisa puas di belakang panggung. Tidak ada jalan untuk ke depan panggung. Karena itu adalah panggung utama, maka penampilan yang tersisa tinggal di situ. Semua penonton terpusat di situ. Akhirnya ketemu dengan sepupu saya, dan teman-teman yang lain. Hingga pukul 12 lebih saya menikmati musik dari Trie Utami, Idang Rasjidi, dan Rieka Roslan. Mereka tampil memukau. Mantap!



Nandoer Jazzing Pakarti


Acara hari itu, selain musiknya, saya begitu menikmati suasananya yang begitu merakyat, keunikan dari keberagaman orang-orang tersebut. Musik jazz ternyata bisa masuk ke kehidupan orang-orang desa, dan orang-orang yang datang dari luar Kotagede pun mengalami sedikit perjalanan wisata heritage. Pengemasan yang menarik dari para panitia begitu terkonsep. Mulai dari media publikasi sampai dengan atribut-atribut yang ada di acara, begitu terasa nilai budaya lokalitasnya.

Sempat memperhatikan spot narsis di belakang panggung Horn? Di situ ada papan bergambar orang berpakaian Jawa tanpa kepala (bagian kepala diisi kepala kita, untuk berfoto ria). Obyek itu sedang membawa terompet dan buku bertuliskan Sapala Basa Jazz. Cukup menggelitik. Buku itu plesetan dari Sapala Basa Jawi, yaitu buku pelajaran anak SD tentang bahasa Jawa. Sesuai dengan tema Ngayogjazz kali ini, Nandoer Jazzing Pakarti. Menanamkan nilai-nilai yang ada dalam jazz ke masyarakat, si obyek foto dengan serius bermusik dan mengajarkan bahasa-bahasa kebaikan dengan  panduan buku Sapala Basa Jazz. (interpretasi singkat saya seperti itu :D)

Background di belakang obyek itu, bertuliskan "Orde Jazz. Bhineka Toenggal Jazznja. Gaja bermoesik berbeda-beda tetapi tetap ngejazz djoega."
Asik sekali.

"Inilah Ngayogjazz, sebuah ruang dialog terbuka bagi siapapun untuk ikut reriungan dan guyub bersama. Sebab jazz tak melulu soal jenis musik, apapun yang bersahutan dan menjadi sebuah dialog yang bisa dinikmati. Itulah jazz " kata Ngayogjazz.






Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kumandang Takbir Kotagede 1432 H

Kumandang takbir menggema, suarakan kemenangan menyambut hari nan fitri. Memenuhi jalanan Kotagede, sangat terasa semangat putra putri kota perak itu. Jogja Istimewa Senin 29/08/2011, barisan takbir anak-anak dari beberapa pengajian anak di Kotagede memenuhi jalanan Kotagede bagian selatan. Start dari SMA N 5 (jl. Nyi Pembayun), dan finish di depan kantor kelurahan desa Jagalan (Jl. Mondorakan). Takbir keliling yang diadakan tiap tahun ini diadakan oleh sie pawai AMM Kotagede. Kegiatan ini dilombakan, dan tema tahun ini adalah "Keistimewaan Jogja dalam Keistimewaan Takbir". Dari tema, sudah terbayang atribut-atribut yang muncul pada malam hari itu. Pasti tidak jauh dari pakaian adat Jogja, terutama batik. Begitu juga dengan pengajian di tempat saya tinggal, yang memakai jarik sebagai bagian dari kostum takbir mereka. Salah satu daya tarik dalam event ini adalah kreatifitas peserta. Dari satu tema, bisa berkembang menjadi berbagai macam tampilan yang unik, yang menja

Pameran Tugas Akhir DKV ISI Yogyakarta 2013

Selamat-selamat! Selamat ya teman-teman, Tugas Akhir kalian sudah jadi. Berikut ini beberapa dokumentasinya.

Jalan-jalan Kotagede di Awal 2014

Agenda pertama di tanggal pertama tahun 2014 adalah jalan-jalan di Kotagede bersama beberapa teman Perpustakaan Heritage Kotagede dan Sanggar Tari Sekar Mayang . Banyak peserta sanggar yang berasal dari luar Kotagede yang belum pernah memasuki lorong-lorong daerah ini. Teman-teman penduduk asli pun banyak yang belum tahu tentang Kotagede dan sejarahnya. Dipandu Mas Agung, salah satu penulis dalam buku Toponim Kotagede, kami seperti membawa ensiklopedi berjalan. di depan perpus