Agenda pertama di tanggal pertama tahun 2014 adalah jalan-jalan di Kotagede bersama beberapa teman
Perpustakaan Heritage Kotagede dan Sanggar Tari
Sekar Mayang. Banyak peserta sanggar yang berasal dari luar Kotagede yang belum pernah memasuki lorong-lorong daerah ini. Teman-teman penduduk asli pun banyak yang belum tahu tentang Kotagede dan sejarahnya. Dipandu Mas Agung, salah satu penulis dalam buku Toponim Kotagede, kami seperti membawa ensiklopedi berjalan.
|
di depan perpus |
Perjalanan dimulai dari Dalem Ngaliman, sebutan untuk rumah Mbah Ngalim yang bagian barat (
gandhok tengen)nya digunakan sebagai perpus dan sanggar tari. Baru mau berangkat, tiba-tiba turun hujan. Akhirnya perjalanan dimulai setelah hujan reda. Dari perpus, kami berjalan ke arah selatan dan masuk lorong di kampung Trunojayan menuju rumah kantil. Dahulu, di depan rumah ini hidup pohon kantil. Pemilik rumah kantil ini dulunya adalah juragan batik yang terkenal kaya. Rumah kantil ini pernah menjadi salah satu tempat uji nyali dalam aca
ra Dunia Lain di salah satu stasiun tv swasta. Hantu penunggunya bernama Barowo. Rumah kantil berbentuk joglo, tidak terawat, dan berada di sebelah utara menara pemancar. Kalau melihat menara pemancar dari Jalan Mondorakan, rumah ini ada di belakangnya.
|
menyusuri gang kampung Trunojayan |
|
depan rumah kantil |
Selanjutnya, kita berjalan ke selatan, melewati lorong sempit menuju kampung Krintenan. Nama ini muncul karena dahulu daerah ini merupakan tempat tinggal para pengusaha industri kerajinan perhiasan dari inten atau intan. Di Krintenan, kami melewati mushola yang disebut berlokasi di tempat yang bernama Ngerikan. Nama ini muncul karena dulu digunakan sebagai tempat pembatik menghilangkan lapisan malam dengan cara dikerok (dikerik) dalam proses pembuatan batik.
|
gang menuju Krintenan |
|
"Waa ... Aku difoto!" serunya |
Dari Ngerikan, kita berjalan ke arah rumah Rudi Pesik. Rumah ini adalah rumah megah di Desa Jagalan milik pengusaha bernama Rudi Pesik. Di depan rumah bergaya Jawa Indis ini terdapat jendela tinggi dan relief Hindu. Di dalamnya terdapat bangunan menyerupai pagoda dari Thailand dengan keris besar di puncak atapnya, bisa dilihat dari belakang rumah (dari sisi utara). Rumah ini berisi koleksi barang-barang antik milik Pak Rudi dan penginapan untuk tamunya.
|
rumah Rudi Pesik |
Berjalan ke selatan di gang Soka, kami melewati Langgar Dhuwur, sebuah tempat sholat yang berada di atas rumah. Berfungsi untuk sholat keluarga pemilik rumah. Di Kotagede hanya tersisa dua Langgar Dhuwur, dimana yang satunya berada di kelurahan Purbayan.
|
depan langgar dhuwur |
Dari sini, kami berjalan ke selatan, melewati rumah tidak berpenghuni yang pernah menjadi tempat acara Dua Dunia di salah satu stasiun tv swasta. Tempat ini memang terkenal angker. Sampai di Pos Malang, kami belok ke kanan menuju Omah UGM, rumah joglo yang dibeli oleh UGM. Sampai di sana, tiba-tiba hujan turun. Kami berteduh di pendopo, kemudian melihat-lihat isi rumah dan mengambil beberapa foto.
|
mendung pekat |
|
berteduh di Omah UGM |
Setelah hujan agak reda, kami melanjutkan perjalanan. Masih di dekat Pos Malang, kami mampir di warung milik Mbah Kuat, sebuah warung tradisional yang menjual makanan kecil. Pintu warung itu hanya terbuka kecil. Makanan-makanan kecil disimpan dalam toples kaca dan kotak krupuk yang sudah terlihat lama. Selain makanan tradisional seperti ampyang, kacang goreng, gendar, rengginan, dll, di sana juga ada makanan kecil dalam kemasan seperti di toko-toko.
|
warung milik Mbah Kuat |
Perjalanan dilanjutkan menuju Sumber Kemuning dan Masjid Besar Mataram. Sampai di masjid, hujan kembali bertambah deras. Selanjutnya, kami mencari tempat makan. Warung es Sido Semi ternyata tutup, sehingga kami masuk ke dalam pasar dari arah selatan, keluar di sisi utara, dan mampir di warung mie ayam dan bakso.
|
Sumber Kemuning dan Masjid Besar Mataram |
Saat makan, kami melihat beberapa truk mengangkut karangan bunga melewati pasar. Siang itu ada acara pemakaman adik Sri Sultan, Gusti Joyokusumo, di makam Hastorenggo Kotagede. Selesai makan, kami kembali ke Dalem Ngaliman. Beberapa di antara kami ada yang ingin datang ke pemakaman, yang lain pulang, sementara saya bergegas pulang.
|
Truk pembawa buket |
Komentar
Posting Komentar