Langsung ke konten utama

Mural Perjuangan 2011

Jum'at 15 Juli 2011 kemarin, saya turun ke jalan lagi. Kali ini dalam rangka lomba mural yang diadakan oleh Panitia Kampung Ramadhan Jogokaryan. Sebenarnya pengerjaan sudah bisa dimulai 10 Juli, tapi karena kesibukan masing-masing, kita baru bisa mengerjakannya bersama pada hari itu, yaitu hari terakhir kesempatan pengerjaan.

Hari itu kita kumpul di lokasi (Jl. Munggur, perempatan selatan jalan Gejayan) sekitar pukul 13.00 WIB. Malam sebelumnya kita hanya mengeblok dinding dengan cat hitam.




Judul yang kita ambil untuk mural yaitu 'Raih Malam Kemuliaan dengan Semangat 45'. Pesan yang ingin kita sampaikan adalah menumbuhkan rasa nasionalisme kita untuk mencari kemuliaan di bulan Ramadhan, khususnya meraih malam Lailatul Qadr, yaitu malam seribu bulan, malam yang paling mulia dalam bulan Ramadhan.

Semangat '45, sering dipakai orang Indonesia untuk mengungkapkan semangat yang tinggi, seperti ketika para pejuang berjuang untuk meraih kemerdekaan yang ujungnya adalah Proklamasi pada tanggal 17 Agustus 1945.



Dalam mural ini, kita menampilkan teks Proklamasi, tapi tempat dan tanggal kita plesetkan menjadi "Djogja, 17 Ramadhan 1432 H". Tanggal 17 Ramadhan adalah hari Nuzulul Qur'an, yaitu hari turunnya ayat pertama Al Qur'an kepada Nabi Muhammad SAW. Itulah kitab yang memberi penerangan dan pegangan hidup bagi umat manusia.

Jejak kaki menuju masjid menjelaskan sebuah perjalanan spiritual tiap individu mencari kemerdekaan yang sebenarnya, baik lahir maupun batin. Karena setiap langkah yang kita ambil akan menjadi sebuah sejarah perjalanan hidup kita untuk menjadi yang lebih baik dan terutama mencari Cinta Allah SWT.




Akhirnya, sekitar pukul 22.30 kita sudahi pengerjaannya, dan segera ke Masjid Jogokaryan untuk mengumpul syarat-syarat karya, karena memang hari itu sampai jam 12 malam adalah batas pengumpulan.

Mural ini adalah mural yang cukup berat, karena pengerjaannya butuh perjuangan. Berat, karena hari itu, saya dan Wiko sama-sama sedang sakit perut gara-gara kebanyakan makan sambal pada malam sebelumnya. Sebenarnya kita sudah agak curiga dengan sambal dan saosnya. Sambalnya warna orange menyala, sedangkan sausnya warna merah tua yang aneh. Alhasil, siang itu Wiko harus beberapa kali bolak-balik ke kamar mandi masjid. Kasihan sekali teman saya itu ... Menjadi sedikit pelajaran bagi kita, harus hati-hati pada sambal yang warnanya mencurigakan.:)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kumandang Takbir Kotagede 1432 H

Kumandang takbir menggema, suarakan kemenangan menyambut hari nan fitri. Memenuhi jalanan Kotagede, sangat terasa semangat putra putri kota perak itu. Jogja Istimewa Senin 29/08/2011, barisan takbir anak-anak dari beberapa pengajian anak di Kotagede memenuhi jalanan Kotagede bagian selatan. Start dari SMA N 5 (jl. Nyi Pembayun), dan finish di depan kantor kelurahan desa Jagalan (Jl. Mondorakan). Takbir keliling yang diadakan tiap tahun ini diadakan oleh sie pawai AMM Kotagede. Kegiatan ini dilombakan, dan tema tahun ini adalah "Keistimewaan Jogja dalam Keistimewaan Takbir". Dari tema, sudah terbayang atribut-atribut yang muncul pada malam hari itu. Pasti tidak jauh dari pakaian adat Jogja, terutama batik. Begitu juga dengan pengajian di tempat saya tinggal, yang memakai jarik sebagai bagian dari kostum takbir mereka. Salah satu daya tarik dalam event ini adalah kreatifitas peserta. Dari satu tema, bisa berkembang menjadi berbagai macam tampilan yang unik, yang menja

Pameran Tugas Akhir DKV ISI Yogyakarta 2013

Selamat-selamat! Selamat ya teman-teman, Tugas Akhir kalian sudah jadi. Berikut ini beberapa dokumentasinya.

Jalan-jalan Kotagede di Awal 2014

Agenda pertama di tanggal pertama tahun 2014 adalah jalan-jalan di Kotagede bersama beberapa teman Perpustakaan Heritage Kotagede dan Sanggar Tari Sekar Mayang . Banyak peserta sanggar yang berasal dari luar Kotagede yang belum pernah memasuki lorong-lorong daerah ini. Teman-teman penduduk asli pun banyak yang belum tahu tentang Kotagede dan sejarahnya. Dipandu Mas Agung, salah satu penulis dalam buku Toponim Kotagede, kami seperti membawa ensiklopedi berjalan. di depan perpus